Saat Tertinggal Kereta

lagi-lagi hanya lambaian semacam ritus kehampaan
prosesi perjalanan pulang, senantiasa tertinggal
sebab jangankan perbekalan bagi rumah keabadian
memberikan kesaksian waktu, hanya limbung selalu
tanpa lenguh memuncak dari sekedar percumbuan
apalagi menemu perawan dalam keseharian temaram

untungnya masih tersisa tanya di tepi rel tua
meski menelikung, setidaknya saat mendekap jiwa
ada secawan belaian bagi dahaga keteduhan
sehingga lahirlah perlahan puisi-puisi kerinduan
dari ketuban nyeri, dan beragam sengketa luka
menyambut kereta datang yang jauh lebih kencana

Stasiun di kota sebelah timur,
Akhmad Muhaimin Azzet