Saat Tertinggal Kereta

lagi-lagi hanya lambaian semacam ritus kehampaan
prosesi perjalanan pulang, senantiasa tertinggal
sebab jangankan perbekalan bagi rumah keabadian
memberikan kesaksian waktu, hanya limbung selalu
tanpa lenguh memuncak dari sekedar percumbuan
apalagi menemu perawan dalam keseharian temaram

untungnya masih tersisa tanya di tepi rel tua
meski menelikung, setidaknya saat mendekap jiwa
ada secawan belaian bagi dahaga keteduhan
sehingga lahirlah perlahan puisi-puisi kerinduan
dari ketuban nyeri, dan beragam sengketa luka
menyambut kereta datang yang jauh lebih kencana

Stasiun di kota sebelah timur,
Akhmad Muhaimin Azzet

Pelajaran Tengah Malam

dalam dekap malam yang beringas, daun-daun berguguran
angin yang menderu bersama hujan tak juga gemetarkan usia
dijejali bebatuankah sepanjang rongga semakin senja
padahal bunga betapa lunglai, menjelma bayangan bangkai
dengan lipstik amis darah bermunculan sepanjang desah
mari bersulang duhai kerentaan, menyulut bibir lentera
menuju rahim ibu dengan suluk rindu rembulan

tapi jangan bilang persetan pada malam yang sesak
lolong anjing liar, sebab kita pun kadang lebih serigala
ketika ramai-ramai disekap berita tentang makanan apa
ya, keangkuhan adalah pualam yang berabad-abad
menghadang sepoi damai berdesiran dari dada
maka segeralah telanjang dalam gemulai tari pengakuan
senyampang tengah malam, bersiap melawan segala jalang

kota sebelah timur,
Akhmad Muhaimin Azzet

Parade Keperihan

tetabuhan yang bertalu itu engkau bilang parade keperihan
selalu saja muncul dan meninggalkan gema di ceruk kota
dan tentu, tidak bagi siapa saja, sebab kelapangan hari
hanya bersarang ketika kita arif menguraikan luka sunyi

pernah kumencari sumber suara di pagi-pagi buta
katanya di sekitar bandara, engkau malah bilang berjaga
dari segala bencana yang mungkin datang tanpa tanda
seperti para pencinta, mengembala nafas senantiasa gelora

kota sebelah timur,
Akhmad Muhaimin Azzet

Hakikat Cinta

malam yang panjang mencipta kebisuan rindu
tak ada lagi cengkerama, apalagi gerit ranjang
akukah lelaki atau engkaukah perempuan
melahirkan kebekuan setelah mencercap hampa
barangkali kita memaknai bahasa tubuh melulu

ada ranum buah bergelayut jiwa merona
Adam dan Hawa pun, berpuasalah dari goda
meskipun semesta dunia memang telaga istirah
dan keindahan surga, sungguh hanya berangkat
bagaimana mewujudkan kedalaman hakikat cinta

Jogjatimur,
Akhmad Muhaimin Azzet

Ketukan Pintu

–Alm. Zainal Arifin Thoha

ketukan pintu itu
sungguh menyentakkanku
ternyata engkau, duhai
yang memasuki
taman itu

betapa aku termangu
saat mengantarmu
doaku kelu
air mataku jatuh satu-satu
membasahi jaket hitamku

ketukan pintu itu
tiba-tiba mengingatkanku
pada sajak perjalananmu
“aku hanya tahu bahwa
jika Tuhan berkehendak
maka tak satu makhluk pun
dapat mengelak.”
*)

maka siapakah kini
yang berduka
bila melihat cahaya
ya, telah dibuka

ketukan pintu itu
sungguh memesonakanku
betapa semerbak wangi itu
menyambutmu

Jogja pagi-pagi,
Akhmad Muhaimin Azzet

*) Dikutip dari sajak Alm. Zainal Arifin Thoha yang berjudul “Afjad Perjalanan” (1997).

Paradoksal

menjilati rasa lapar seperti anjing, betapa liar
di senjakala cermin pecah bukanlah wujud kutukan
bendera setengah tiang memang terlalu pagi
dikibarkan, bukan soal musim menagih janji
barangkali bau bangkai menjadi hal biasa

menuju ke manakah layar generasi direntangkan
bila siang-malam, gelombang dendam menyempurna
tidak saja di batas kota atau ceruk kepala
kita terlalu sibuk mencari kambing hitam
atau bersandiwara, dengan lakon berulang jenaka

Pojoknegeri,
Akhmad Muhaimin Azzet

Puisi Pernikahan

aku menikahimu, duhai istriku
jujur saja, tak mencari bahagia
sebab sejak kata sah dari saksi
di depan wali dan penghulu
betapa aku telah bahagia

hingga kini bahkan aku yakin nanti
bahagia itu mengiringi hari-hari
nafasku berhembus bersama
wangi cintaku kepadamu

aku menikahimu, duhai istriku
tak lain dan tak bukan
sungguh mencari keberkahan
bersama
itulah sebab cintaku kepadamu
kan kujaga sebab cintaku kepada-Nya

Bumidamai,
Akhmad Muhaimin Azzet

Obsesi

–bersama pejalan kaki malam-malam

katanya malam ini kau akan menebar benih cinta
di setiap peziarah yang hatinya merangsang
pada sinar bulan, ada wanita setengah telanjang
menghadang dan menawarkan bunga-bunga

siapa yang lantas terkulai
membubuhkan tanda tangan konser kematian
dengan ingar-bingar orang-orang terdampar

mengapa engkau hanya diam, menjuntai
atau meditasi menghimpun kekuatan

Pojokdesa,
Akhmad Muhaimin Azzet

Risalah Gelombang

bukan makna pertemuan dua bibir, bagi pendoa
di tepian pantai antara karang dan gelombang
adalah isyarat kerinduan cinta yang sebenarnya
pergi bergulung dan berulang, lantas mengusap
segala gerah atas rayuan sebentuk berhala

bahtera dan usia siapa dihantam garang badai
seperti berkhianat, katamu mencari pendusta
padahal kesepakatan menuju hari pulang
telah ditandai mawar, tanpa darah tertumpah
meski keburaman semua tahu tiada menyala

Bumidamai,
Akhmad Muhaimin Azzet

Episode Pagi Setetes Embun

serupa kepasrahan yang membasahi pagi
masih berapa rakaat lagi kita memburu
padahal daun juga berkalang suatu ketika
lebih baik berkaca, wajah siapa betapa hina

hanyalah episode pagi setetes embun hingga hati
bila dzikir setiap nafas, memunguti yang hilang
seperti peziarah dengan dada sepenuh gemetar
bersiap menghadap, kapan saja senantiasa lapang

Bumidamai,
Akhmad Muhaimin Azzet