betapa mudah perseteruan terpentaskan di jalanan
apakah aspal yang meleleh karena panas, dan hingar
polusi kota benar menutup mata kita hingga berdinding
ah, siapa saja takut menyumbat sungai laparnya
padahal masih bersemayam rindu pada laut membiru
sebuah keleluasan dada, sama-sama hidup sentosa
tanpa berebut belulang seperti ganas anjing liar
betapa mudah perseteruan, mari segera bersedekap saja
Bumidamai, Yogyakarta.
waddoh… ngeri kalimat terakhirnya..
(iki nyumpahi ato ngajak to?)
piye kabare Jogya mas Akhmad?
Mbak Astrid, bukan nyumpahin kok, Mbak, tapi ngajak untuk kembali kepada kemanusiaan yang sesungguhnya. Ohya, kabarnya Jogja baik-baik saja, tetap istimewa bagi para penghuninya. Makasih ya, Mbak Astrid.
nitip lapak ya pak 🙂
Oke, makasih ya… nitip lapaknya. Langsung meluncur neh….
seperti lagu perdamaian,,,
banyak yang cinta damai, tapi perang tetep saja ramai..
Puisinya bagus pak.. 🙂
Demikianlah, Mas Mabruri, banyak yang paradoks dalam kehidupan ini. Tapi, semoga kita bisa menyesuaikan antara lahir dan batin, antara ucap dan tindakan. Makasih ya, Mas, telah singgah kemari.